Kyubi Jinchuriki

Kyubi Jinchuriki

Welcome

Welcome to Riky's blog..... Thank's to visit...! Jangan lupa? tinggalkan komentar anda...^_^

Moeslim clock


Minggu, 08 Januari 2012

Media Massa, Pemerintah dan Humas


Media massa sering dikatakan memiliki peran sebagai "anjing penjaga" dan berdiri di sisi yang berlawanan dengan
pemerintah. Salah satu manfaat utama pers yang bebas dalam sistem demokrasi sering dinyatakan dengan kewajiban
untuk menyediakan informasi pada masyarakat mengenai kinerja pemerintah.

Tetapi, sukar ditemukan alasan yang mendasari pers sebagai "anjing penjaga" kinerja pemerintah. Istilah tersebut
mengesankan bahwa pers telah menjadi perwakilan dari rakyat untuk 'menjaga' dan 'memerhatikan' kinerja pemerintah.
Dengan asumsi itu, pemerintah terkesan selalu salah, sementara pers selalu benar. Pers pun memandang bahwa
institusinya berdedikasi tinggi apabila sukses memperlihatkan 'kegagalan' pemerintah. Dengan senang hati, pers
memublikasikan informasi yang bisa meningkatkan oplah, mengisi komersial slot tanpa khawatir bahwa yang
dipublikasikan dapat berdampak buruk pada masyarakat. Kenyataannya, pers pada umumnya adalah institusi swasta
yang berorientasi pada laba.

Pers itu bebas, termasuk untuk berpihak. Contohnya, sebuah media massa dapat mendukung semua kebijakan
pemerintah atau mungkin menentang kebijakan lainnya. Atau bisa saja bersikap mendua terhadap suatu kebijakan,
kadang bersikap pro dan kadang bersikap kontra. Sebuah media massa bisa menentukan diri sebagai lawan pemerintah,
atau sebagai 'pengawal' kebijakan pemerintah. Sebuah media massa dapat mengritisi dan menentukan bagaimana
suatu kebijakan menjadi kesalahan. Media massa dapat bertindak sebagai "anjing penjaga" atau "senjata" untuk
mendukung atau sebaliknya menyerang pemerintah.

Suara pemerintah bisa menjadi bahan perbincangan, perdebatan dan interpretasi oleh figur-figur media. Pernyataan
pemerintah segera ditanggapi dalam tajuk rencana yang menginterpretasikan apa yang 'sebenarnya' dikatakan oleh
pejabat tersebut dan apa yang 'sebenarnya' dimaksudkan. Sayangnya, kadang interpretasi tersebut cenderung premature
dan instant. Analisis instan segera menjadi bias instan. Distorsi kerap terjadi hingga menyesatkan masyarakat. Hal-hal
demikian berdampak negatif pada pemberitaan mengenai pemerintah.

Benarkah pemerintah membutuhkan pers sebagai kanal informasi untuk masyarakat? Benarkah pemerintah tanpa pers
benar-benar tidak berdaya untuk menyosialisasikan kebijakan dan pelayanan publik? Benarkah hubungan yang terjalin
antara media massa swasta dan pemerintah layak dijalankan meskipun ada kemungkinan besar terjadi pengemasan
berita yang bias hingga mengarah pada runtuhnya kepercayaan masyarakat?

Kenyataannya, banyak jurnalis bergantung pada aparat pemerintah untuk pemberitaan. Faktanya, semua informasi yang
diberitakan oleh media massa tentang pemerintah didapat dari (bahkan divalidasi oleh) pejabat pemerintah, termasuk
mengenai event-event nasional, kecuali bila mereka mendapat informasi dari sumber berita otoritas berwenang. Secara
tradisional, jurnalis tergantung serta harus bekerja sama dangan sumber resmi pemerintah. Pemerintah memberikan
respons dengan menyediakan informasi yang padat dan seimbang, undangan untuk berpartisipasi pada berbagai
kegiatan, bahkan menyediakan 'tunjangan' demi menghindari publikasi negatif. Ungkapan "WTS" (Wartawan Tanpa Surat
Kabar), Wartawan CNN (Wartawan Cuma Nanya-nanya) pun tetap populer di kalangan jurnalis yang sering mencari berita
di instansi-instansi pemerintah. Agar masyarakat menerima informasi yang jernih dan berimbang, pemerintah harus lebih
melibatkan diri dalam dunia media massa.

Peran Humas

Pemerintah saat ini telah memiliki kapasitas untuk mengungkapkan informasi secara langsung. Kembalinya Departemen
Penerangan dengan kemasan baru, kehadiran beragam situs resmi instansi pemerintah yang telah menghabiskan
anggaran miliaran rupiah, kehadiran puluhan media massa internal pemerintah serta beragam jurnal menunjukkan
kemampuan pemerintah menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dhus, pemerintah sebaiknya mulai
mengurangi peran instansi swasta dalam pemberian informasi.

Hampir seluruh instansi pemerintah memiliki kantor humas, divisi yang melakukan manajemen media massa,
pembangun citra, jembatan pemerintah dengan masyarakat, serta penghubung pemerintah dengan pers. Kantor humas
telah melakukan publikasi internal, memberdayakan kantor-kantor wilayah serta unit pelayanan teknis agar berperan
sebagai outlet informasi. Pejabat humas pemerintah sebenarnya memiliki kemampuan bersaing dengan editor institusi
swasta, khususnya dalam uji kompetensi. Tetapi, citra pegawai negeri sipil selama ini selalu dianggap korup dan terlalu
santai. Kesan negatif pun telanjur menancap di benak masyarakat kita. Citra warisan yang telah berumur puluhan tahun
yang semestinya diubah.

Sebelum bola reformasi bergulir, pemerintah memiliki imej sebagai manipulator informasi. Bahkan setelah reformasi,
imej ini tidak banyak berubah. Pemerintah seolah dianggap 'musuh' yang harus dilawan. Dengan bergulirnya reformasi,
pemerintah menransformasikan diri agar menjadi pemerintahan yang bersih dan benar.

Masyarakat telah memahami hak-haknya yang sekaligus juga menjadi kewajiban pemerintah. Dalam bidang pelayanan
publik, masyarakat menuntut sistem pemerintahan yang bersih dan transparan. Masyarakat berhak atas akses informasi,
sebaliknya pemerintah wajib menjamin akses tersebut terjaga dan terkontrol agar tidak menimbulkan ekses negatif akibat
eksploitasi pemberitaan yang bombastis. Karena, pada akhirnya rakyat juga yang dirugikan.

Wajah aparat birokrasi kita yang memang carut-marut sudah saatnya diperhatikan melalui perbaikan gaji sekaligus
perbaikan kinerja dengan terus meningkatkan citra pegawai negeri dan membangun sistem yang transparan. Tentu
implementasinya tidaklah mudah karena tradisi yang tercipta selama puluhan tahun.

Seiring dengan perubahan menuju tatanan baru demokrasi, reformasi segala bidang termasuk di dalamnya reformasi
performa pegawai negeri, sistem kehumasan serta sistem hubungan dengan media massa, maka memberdayakan divisi
humas untuk mengubah citra aparat birokrasi agar lebih tanggap menyikapi fenomena masyarakat, sangat penting.
Perkembangan teknologi informasi menuntut divisi humas dituntut lebih responsif terhadap keluhan masyarakat.
Bahwa institusi pemerintah tidaklah seburuk yang disangka dan pegawai negeri adalah juga rakyat Indonesia. Seyogianya
kantor-kantor humas memang harus diberdayakan untuk menjaga nama baik aparat pemerintah serta menjalin kerja
sama dengan pers agar tercipta pemberitaan yang berimbang, bermanfaat, dan bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar